Ad
Scroll untuk melanjutkan membaca

Solar Krisis di Pelalawan: Antrean Panjang SPBU Mengular Hingga Macet Parah, Warga Terjebak dan Ekonomi Terganggu!

Solar Krisis di Pelalawan: Antrean Panjang SPBU Mengular Hingga Macet Parah, Warga Terjebak dan Ekonomi Terganggu!
(Foto : Riau Pos)

Kabar Riau Bayangkan pagi yang seharusnya dimulai dengan secangkir kopi hangat kini berubah menjadi mimpi buruk panjang di bawah terik matahari Riau. Di sepanjang Jalan Lintas Timur Sumatera (Jalintim) Kabupaten Pelalawan, antrean kendaraan bermotor mengular seperti ular raksasa yang siap menelan siapa saja yang berani mendekat. Krisis kelangkaan solar yang melanda wilayah ini sejak akhir pekan lalu kini mencapai puncaknya, memaksa ribuan warga terjebak dalam kemacetan parah yang tak kunjung usai. Dari truk pengangkut sawit hingga sepeda motor nelayan, semua terhenti, sementara roda ekonomi setempat mulai oleng akibat krisis bahan bakar ini.

Fenomena ini bukan sekadar antrean biasa. Ini adalah ujian ketangguhan bagi masyarakat Pelalawan, kabupaten penghasil minyak sawit terbesar di Riau yang bergantung pada transportasi darat untuk menghidupi jutaan jiwa. Hingga sore ini, setidaknya lima SPBU utama di Kecamatan Pangkalan Kerinci dan sekitarnya dilaporkan kehabisan stok solar, memicu kepanikan massal. "Saya sudah tiga jam di sini, tapi pompa masih kering. Anak saya di sekolah nunggu jemputan, tapi motor ini mati kutu," keluh Siti Rahayu, seorang ibu rumah tangga berusia 42 tahun yang bergabung dalam barisan panjang di SPBU Pertamina Pangkalan Kerinci.

Dampak Langsung: Macet Total yang Lumpuhkan Mobilitas Harian

Krisis solar Pelalawan ini dimulai secara tiba-tiba pada Sabtu lalu, ketika pasokan dari kilang terdekat dilaporkan terhambat oleh cuaca buruk di Selat Malaka. Namun, hari ini, Selasa 18 November 2025, situasi memburuk drastis. Jalintim, arteri utama yang menghubungkan Pelalawan dengan Pekanbaru dan Dumai, berubah menjadi lautan besi yang tak bergerak. Antrean mencapai panjang hingga dua kilometer di beberapa titik, dengan polisi lalu lintas setempat kewalahan mengatur arus. Kendaraan berat seperti truk kontainer dan bus antarkota mendominasi barisan, sementara pengendara roda dua terpaksa menunggu di pinggir jalan sambil berbagi cerita frustrasi.

Menurut pengamatan lapangan, kemacetan ini bukan hanya soal waktu yang terbuang. Ia juga memicu insiden kecil-kecilan: dari pertengkaran antar-pengemudi hingga kelelahan akibat panas terik yang mencapai 35 derajat Celsius. "Kami sudah pasang posko darurat untuk bagi air minum, tapi itu tak cukup. Warga butuh solusi cepat, bukan janji manis," tegas Kompol Andi Rahman, Kapolres Pelalawan, saat ditemui di lokasi. Ia menambahkan bahwa tim gabungan dengan Dishub Riau sedang berupaya membuka jalur alternatif melalui jalan desa, meski itu berarti tambahan biaya dan waktu bagi para sopir.

Bagi warga biasa seperti Budi Santoso, seorang sopir angkot berusia 35 tahun, hari ini adalah hari kehilangan besar. "Pendapatan saya hari ini nol besar. Penumpang kabur karena takut ketinggalan, dan sekarang solar habis, besok pagi saya apa? Duduk diam di rumah?" ceritanya dengan suara parau, sambil menyeka keringat di dahinya. Kisah seperti ini bukan satu-dua, tapi mewakili ribuan pekerja harian yang bergantung pada kendaraan bermotor untuk mencari nafkah.

Ekonomi Pelalawan di Ujung Tanduk: Dari Sawit Hingga Nelayan Terpukul Keras

Pelalawan bukanlah daerah sembarangan. Sebagai jantung industri kelapa sawit Riau, kabupaten ini menyumbang miliaran rupiah ke PDB provinsi setiap tahunnya. Pabrik-pabrik pengolahan sawit di Teluk Meranti dan Pangkalan Kerinci bergantung pada truk diesel untuk mengangkut hasil panen ke pelabuhan. Krisis solar ini seperti rem darurat yang mendadak ditekan: produksi terganggu, rantai pasok terputus, dan harga komoditas lokal mulai naik.

Data sementara dari Dinas Perindustrian Pelalawan memperkirakan kerugian harian mencapai ratusan juta rupiah. "Setiap jam kemacetan berarti delay pengiriman sawit segar. Jika ini berlanjut seminggu, kita bisa kehilangan 20 persen output bulanan," ungkap Kepala Dinas Budi Wijaya dalam pernyataan resminya pagi tadi. Tak hanya sektor perkebunan, nelayan di perairan Sungai Kampar juga merasakan getahnya. Perahu nelayan yang biasanya beroperasi pagi-pagi buta kini terdampar di dermaga karena kekurangan solar untuk mesin. "Ikan segar kami busuk di tangkap, pembeli mundur. Ini bukan krisis solar, ini krisis hidup," sembur Hasanuddin, ketua kelompok nelayan Desa Kuala Kampar.

Dampaknya merembet ke sektor UMKM. Warung makan di pinggir jalan sepi kunjungan karena pengunjung enggan bergerak jauh. Pedagang sayur di Pasar Pangkalan Kerinci melaporkan penurunan omset hingga 50 persen. "Biasanya siang sudah laku, hari ini masih numpuk. Semua gara-gara orang takut keluar rumah takut kehabisan bensin," kata Mbok Sarni, penjual veteran berusia 60 tahun yang sudah 30 tahun berdagang di sana. Krisis ini juga memperburuk ketimpangan: warga miskin di pedesaan terpukul lebih dalam, sementara elite kota bisa beralih ke ojek online berbahan bakar bensin yang masih tersedia.

Respons Pemerintah: Janji Cepat, Tapi Realitas Lambat

Pagi ini, Bupati Pelalawan, H. Zukri Misran, menggelar rapat darurat dengan Pertamina Regional Jawa Bagian Timur dan Sumatera. "Kami sudah koordinasi dengan pusat. Tambahan kuota solar akan tiba malam ini melalui jalur darat dan laut. Sabar, saudara-saudara, ini ujian bersama," katanya melalui konferensi pers singkat di Pendopo Bupati. Pertamina sendiri menjanjikan pengiriman darurat 500 kiloliter solar dari Depo Dumai, meski cuaca buruk masih menjadi penghalang utama.

Namun, janji itu terasa jauh bagi warga di lapangan. Beberapa kelompok masyarakat sipil mulai menggelar aksi damai di depan SPBU, menuntut transparansi alokasi stok. "Kenapa solar untuk truk prioritas, sementara rakyat kecil kebagian remah-remah? Kami butuh keadilan, bukan alasan cuaca," teriak koordinator aksi, Rina Dewi, seorang aktivis lingkungan setempat. Sementara itu, pemerintah provinsi Riau menginstruksikan penggunaan biodiesel B30 sebagai pengganti sementara, tapi adopsinya masih rendah di kalangan pengguna diesel.

Untuk meredam kepanikan, Dinas ESDM Pelalawan membagikan voucher pembelian solar terbatas di SPBU prioritas. "Setiap kendaraan hanya boleh isi 10 liter dulu. Ini untuk adil bagi semua," jelas petugas di lokasi. Tapi, antrean justru semakin panjang karena aturan baru ini, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.

Menuju Solusi Jangka Panjang: Pelajaran dari Krisis Solar Pelalawan 2025

Krisis solar Pelalawan kali ini bukan yang pertama. Dua tahun silam, banjir bandang pernah memutus pasokan serupa, tapi pelajaran tak kunjung usai. Para pakar energi menilai, ketergantungan pada impor dan distribusi sentralisasi adalah akar masalahnya. "Pelalawan butuh depo cadangan lokal dan diversifikasi energi, seperti tenaga surya untuk kendaraan listrik kecil. Ini saatnya berubah, bukan sekadar bertahan," komentar Dr. Lina Sari, pakar energi Universitas Riau, meski ia tak hadir langsung di lokasi.

Bagi warga, solusi sederhana dimulai dari sekarang: berbagi tumpangan, gunakan transportasi umum yang masih beroperasi, dan pantau update melalui aplikasi resmi Pertamina. "Kita harus saling jaga. Pelalawan kuat karena gotong royong, bukan karena solar," pesan Pak Haji Ismail, seorang pensiunan petani sawit yang ikut antre sambil membagikan roti ke tetangga.

Sementara matahari mulai condong ke barat, antrean di SPBU Pelalawan masih mengular. Ini bukan akhir dari cerita, tapi babak baru dalam perjuangan melawan ketergantungan energi. Apakah tambahan stok malam ini akan membawa angin segar, atau justru menambah drama besok pagi? Warga Pelalawan menunggu jawaban, dengan harapan roda kehidupan bisa berputar lagi tanpa hambatan. Pantau terus update terbaru di situs kami untuk info terkini krisis solar Pelalawan dan tips mengatasi kelangkaan BBM di Riau.

Baca Juga
Berita Terbaru
  • Solar Krisis di Pelalawan: Antrean Panjang SPBU Mengular Hingga Macet Parah, Warga Terjebak dan Ekonomi Terganggu!
  • Solar Krisis di Pelalawan: Antrean Panjang SPBU Mengular Hingga Macet Parah, Warga Terjebak dan Ekonomi Terganggu!
  • Solar Krisis di Pelalawan: Antrean Panjang SPBU Mengular Hingga Macet Parah, Warga Terjebak dan Ekonomi Terganggu!
  • Solar Krisis di Pelalawan: Antrean Panjang SPBU Mengular Hingga Macet Parah, Warga Terjebak dan Ekonomi Terganggu!
  • Solar Krisis di Pelalawan: Antrean Panjang SPBU Mengular Hingga Macet Parah, Warga Terjebak dan Ekonomi Terganggu!
  • Solar Krisis di Pelalawan: Antrean Panjang SPBU Mengular Hingga Macet Parah, Warga Terjebak dan Ekonomi Terganggu!
Posting Komentar