Ad
Scroll untuk melanjutkan membaca

Malam Berdarah di Rumbai: IRT Pekanbaru Dibantai Orang Dekat, Polisi Ungkap Motif Gelap yang Bikin Merinding!

Malam Berdarah di Rumbai: IRT Pekanbaru Dibantai Orang Dekat, Polisi Ungkap Motif Gelap yang Bikin Merinding!
(Foto : Detikcom)

Kabar RiauBayangkan sebuah rumah sederhana di pinggiran kota yang seharusnya menjadi tempat berlindung, malah berubah menjadi medan pembantaian di tengah malam buta. Itulah yang menimpa Wahyuni, seorang ibu rumah tangga berusia 36 tahun yang ditemukan tewas bersimbah darah di kamar tidurnya, Jalan Teluk Leok, Kelurahan Limbungan, Kecamatan Rumbai Timur, Pekanbaru. Kejadian mengerikan ini terjadi dini hari Rabu (20/11), dan dalam waktu kurang dari sehari, polisi berhasil mengungkap pelakunya: pria yang selama ini dikenal sebagai "suami siri" korban, Aprizal (42). Motifnya? Ledakan cemburu yang membara, dipicu oleh pertengkaran hebat soal hubungan gelap yang tak kunjung usai. Kasus pembunuhan IRT di Pekanbaru ini bukan hanya mengguncang warga Rumbai, tapi juga menjadi pengingat kelam betapa rapuhnya batas antara cinta dan amarah.

Sebagai jurnalis yang sering menyelami cerita-cerita gelap di balik fasad kehidupan sehari-hari, saya merasa getaran dingin saat pertama kali mendengar laporan ini. Pekanbaru, kota yang dikenal dengan hiruk-pikuk perdagangannya dan kehangatan masyarakat Melayu-nya, kini didera bayang-bayang kekerasan domestik yang semakin merajalela. Data dari Polda Riau menunjukkan, sepanjang 2025 saja, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) melonjak 15 persen dibanding tahun sebelumnya, dengan Rumbai sebagai salah satu titik panas. Tapi kasus Wahyuni ini beda. Ini bukan sekadar tamparan atau pukulan; ini adalah serangan brutal yang merenggut nyawa, meninggalkan luka parah di kepala korban akibat bacokan kapak—senjata yang biasanya digunakan untuk memotong kayu, bukan mengakhiri hidup pasangan.

Kronologi Malam yang Berubah Jadi Neraka

Mari kita susuri urutan kejadian ini langkah demi langkah, agar pembaca bisa merasakan betapa cepatnya tragedi ini meledak. Malam Selasa (19/11), sekitar pukul 23.00 WIB, Wahyuni dan Aprizal sedang berada di rumah kontrakan mereka yang sederhana. Mereka tinggal bertiga: Wahyuni, Aprizal, dan kakek tua bernama Nasip (73), ayah kandung Wahyuni yang tinggal serumah untuk saling jaga. Hubungan Wahyuni dan Aprizal sudah berjalan lima tahun, tapi bukan pernikahan resmi—hanya ikatan siri yang rapuh, sering kali diwarnai cekcok soal perselingkuhan. Menurut tetangga yang enggan disebut namanya, pertengkaran malam itu dimulai dari hal sepele: Aprizal menuduh Wahyuni masih dekat dengan pria lain, tuduhan yang sudah sering dilontarkan tapi kali ini meledak seperti bom waktu.

"Saya dengar suara mereka ribut dari kejauhan, tapi pikir biasa aja. Siapa sangka besok paginya..." cerita seorang warga RT 01 RW 01, yang rumahnya hanya berjarak 50 meter dari TKP. Aprizal, yang bekerja serabutan sebagai tukang kayu, mencoba membujuk Wahyuni untuk berdamai. Tapi korban, yang lelah dengan pola yang sama, justru menolak dan mendorong pelaku keluar kamar. Emosi Aprizal yang sudah memuncak membuatnya kehilangan kendali. Dia meraih kapak yang tergantung di dinding—alat kerja sehari-harinya—dan menebas kepala Wahyuni yang sedang berbaring di tempat tidur. Satu tebasan keras itu cukup untuk merenggut nyawa istrinya. Darah mengucur deras, membasahi kasur dan lantai kayu rumah itu. Aprizal panik, membersihkan tangannya sekilas, lalu kabur meninggalkan pintu tak terkunci.

Nasip, kakek yang tidurnya ringan karena usia, terbangun oleh suara aneh seperti orang tercekik. Dengan langkah gontai, dia menuju kamar anaknya dan menemukan pemandangan mengerikan: Wahyuni tergeletak tak bernyawa, kepalanya berlumuran darah, hidungnya masih mengeluarkan cairan merah. "Saya gemetar, tak percaya mata saya sendiri. Anak saya... mati begitu saja," kisah Nasip dengan suara parau saat diwawancarai di depan rumah duka. Tanpa pikir panjang, pria tua itu berlari ke rumah anak perempuannya, Susi (42), yang tinggal tak jauh. Susi langsung menghubungi Polsek Rumbai Pesisir. Pukul 04.30 WIB, petugas tiba di lokasi, diikuti tim identifikasi Satreskrim Polresta Pekanbaru. Olah TKP dilakukan secara teliti: sidik jari diambil, noda darah diukur, dan kapak berdarah itu ditemukan tersembunyi di balik lemari.

Polisi Bergerak Cepat: Dari Misteri ke Penangkapan Dramatis

Tim kepolisan tak membuang waktu. Kasatreskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Bery Juana Putra, memimpin penyidikan dengan intensif. "Kami langsung curiga pada orang terdekat, karena tak ada tanda-tanda perampokan. Pintu tak rusak, barang berharga utuh," ungkapnya dalam konferensi pers singkat Kamis siang (21/11). Dari pemeriksaan Nasip dan Susi, plus rekaman CCTV tetangga yang menangkap bayangan seseorang kabur pukul 01.00 WIB, petunjuk mengarah ke Aprizal. Pria itu sempat menelepon Susi pagi harinya, berpura-pura khawatir, tapi suaranya gemetar—tanda bohong yang tak bisa disembunyikan.

Tak sampai 13 jam, pukul 15.00 WIB Kamis (21/11), Aprizal ditangkap di sebuah bengkel motor di Jalan Pemuda, Kecamatan Payung Sekaki. Saat itu, dia sedang memperbaiki sepeda motornya, berusaha menyamar sebagai orang biasa. "Dia tak melawan, tapi matanya kosong saat digelandang," kata seorang petugas yang terlibat. Di ruang interogasi, Aprizal mengaku bersalah. "Saya cemburu buta, Bu. Dia tolak saya, lalu saya ambil kapak itu... saya nggak sadar lagi," katanya lirih, menurut pengakuan yang dibocorkan sumber internal polisi. Motif gelap itu terungkap: bukan hanya cemburu sesaat, tapi akumulasi tahun-tahun penuh tuduhan perselingkuhan yang tak terbukti, ditambah nasihat keluarga yang diabaikan. Aprizal dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman seumur hidup atau mati. "Ini kasus KDRT ekstrem. Kami pastikan pelaku tak lolos hukum," tegas Kompol Bery.

Bayang-Bayang Kekerasan Domestik: Mengapa Kasus Seperti Ini Semakin Sering di Pekanbaru?

Cerita Wahyuni bukan yang pertama, dan sayangnya, mungkin bukan yang terakhir. Di Pekanbaru, khususnya kawasan Rumbai yang padat penduduk dan penuh pekerja migran, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat tajam. Tahun ini, Komnas Perempuan mencatat 200 lebih laporan KDRT di Riau, dengan 40 persen berujung luka berat. Apa pemicunya? Stres ekonomi pasca-pandemi, norma patriarki yang masih kuat di masyarakat, dan kurangnya akses konseling rumah tangga. "Banyak pasangan seperti mereka: tinggal serumah tanpa ikatan resmi, rentan konflik tanpa perlindungan hukum yang kuat," analisis seorang psikolog keluarga dari Universitas Riau yang menolak disebut namanya.

Warga Rumbai kini bergidik. "Rumah sebelah aja, kok bisa gini? Kami takut keluar malam sekarang," keluh seorang ibu rumah tangga di warung kopi dekat TKP. Komunitas setempat mulai menggelar doa bersama untuk Wahyuni, yang jenazahnya dimakamkan Kamis sore di Pemakaman Umum Limbungan. Keluarga korban, yang ditinggalkan Nasip dan dua anak kecil dari pernikahan sebelumnya, kini bergantung pada bantuan sosial. Susi, anak perempuan Nasip, berjanji akan melanjutkan perjuangan: "Kakak saya kuat, tapi dia butuh bantuan lebih dulu. Jangan sampai ada korban lagi."

Pelajaran Kelam: Bagaimana Mencegah Tragedi Serupa di Pekanbaru?

Dari balik darah dan air mata ini, ada pesan keras untuk kita semua. Polresta Pekanbaru sudah bergerak: patroli malam di Rumbai ditingkatkan, dan hotline KDRT (112) dipromosikan lebih gencar. Tapi pencegahan tak bisa hanya bergantung polisi. Masyarakat harus peka—dengarkan jeritan diam di balik dinding rumah tetangga. Bagi perempuan seperti Wahyuni, yang sering terjebak dalam hubungan tak sehat, ada jalan keluar: ruang konseling gratis di Puskesmas Rumbai atau LSM seperti LBH APIK Riau. Dan untuk pelaku potensial seperti Aprizal, marah bukan alasan—itu bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

Kasus pembunuhan IRT di Pekanbaru ini mengingatkan kita: di balik senyum pagi, bisa tersembunyi badai malam. Pekanbaru harus bangkit, bukan dengan ketakutan, tapi dengan solidaritas. Semoga Wahyuni tenang di sisi-Nya, dan semoga kisahnya menjadi pengingat bagi kita untuk memilih cinta yang menyembuhkan, bukan yang menghancurkan. Jika Anda atau orang terdekat mengalami KDRT, jangan diam—hubungi 112 atau datangi polisi terdekat. Nyawa tak ternilai, dan bantuan selalu ada.

Baca Juga
Berita Terbaru
  • Malam Berdarah di Rumbai: IRT Pekanbaru Dibantai Orang Dekat, Polisi Ungkap Motif Gelap yang Bikin Merinding!
  • Malam Berdarah di Rumbai: IRT Pekanbaru Dibantai Orang Dekat, Polisi Ungkap Motif Gelap yang Bikin Merinding!
  • Malam Berdarah di Rumbai: IRT Pekanbaru Dibantai Orang Dekat, Polisi Ungkap Motif Gelap yang Bikin Merinding!
  • Malam Berdarah di Rumbai: IRT Pekanbaru Dibantai Orang Dekat, Polisi Ungkap Motif Gelap yang Bikin Merinding!
  • Malam Berdarah di Rumbai: IRT Pekanbaru Dibantai Orang Dekat, Polisi Ungkap Motif Gelap yang Bikin Merinding!
  • Malam Berdarah di Rumbai: IRT Pekanbaru Dibantai Orang Dekat, Polisi Ungkap Motif Gelap yang Bikin Merinding!
Posting Komentar