Operasi OTT KPK ini berlangsung di tengah malam yang hening, tepatnya di sebuah hotel mewah di pusat kota Pekanbaru. Menurut sumber internal yang terlibat dalam penyelidikan, Abdul Wahid ditangkap saat sedang menerima amplop tebal berisi uang tunai dari seorang kontraktor swasta. Nominalnya? Diduga mencapai miliaran rupiah, bagian dari rangkaian suap yang terkait proyek jalan tol dan irigasi senilai triliunan di wilayah Riau. "Ini bukan kasus biasa," kata seorang penyidik KPK yang enggan disebut namanya. "Kami telah memantau selama berbulan-bulan, dan bukti yang kami kumpulkan menunjukkan jaringan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi hingga pengusaha lokal."
Latar belakang skandal ini bermula dari proyek ambisius PUPR Riau yang digadang-gadang sebagai tonggak pembangunan provinsi. Sejak Abdul Wahid menjabat sebagai gubernur pada 2023, ia gencar mempromosikan pembangunan infrastruktur untuk mengatasi kemacetan dan banjir yang kerap melanda wilayah kaya minyak ini. Proyek unggulan seperti pembangunan jembatan lintas sungai Siak dan perluasan jaringan irigasi di kawasan perkebunan sawit menjadi sorotan. Namun, di balik kilauan itu, ternyata ada permainan kotor. Dana APBD yang dialokasikan untuk proyek-proyek ini diduga dialihkan ke kantong pribadi melalui mekanisme mark-up biaya dan lelang fiktif.
Bayangkan saja: Riau, provinsi yang dikenal dengan kekayaan alamnya, seharusnya menjadi contoh sukses pembangunan. Tapi kini, warga setempat harus menelan pil pahit melihat jalan-jalan rusak dan proyek mangkrak. "Kami sudah capek dengan janji-janji kosong," ujar Ahmad, seorang petani sawit di Kabupaten Kampar, saat diwawancarai di pinggir sawahnya. "Uang rakyat untuk infrastruktur malah dipakai buat gaya hidup mewah pejabat. Ini bukan lagi korupsi, ini pengkhianatan!"
Kronologi OTT ini sendiri seperti adegan dari film thriller. KPK, yang telah menerima laporan whistleblower sejak awal tahun, mulai menyusun strategi. Pada 2 November malam, tim penyidik menyusup ke hotel tempat pertemuan rahasia berlangsung. Abdul Wahid, yang datang dengan mobil dinas berplat hitam, terlihat santai saat memasuki ruangan suite. Tak lama, kontraktor berinisial S – seorang pemain besar di sektor konstruksi – muncul dengan tas hitam. Saat transaksi berlangsung, pintu ruangan dibobol, dan keduanya langsung diborgol. Selain uang tunai, KPK menyita dokumen kontrak palsu dan ponsel yang berisi rekaman percakapan mencurigakan.
Dampak dari skandal ini langsung terasa di tingkat nasional. Partai politik yang mengusung Abdul Wahid kini berusaha menjaga jarak, dengan ketua partai menyatakan bahwa ini "kasus pribadi" dan tidak mencerminkan nilai partai. Namun, analis politik seperti Dr. Rina Sari dari Universitas Riau berpendapat sebaliknya. "Ini bukan insiden terisolasi. Korupsi di PUPR Riau sudah menjadi pola sistemik, di mana tender proyek dimanipulasi untuk kepentingan kelompok tertentu," katanya dalam konferensi pers pagi ini. "Skandal ini bisa memicu reformasi besar-besaran di sektor publik Sumatra, terutama menjelang pilkada mendatang."
Bagi masyarakat Riau, skandal ini seperti tamparan keras. Provinsi ini, yang menyumbang signifikan terhadap PDB nasional melalui minyak dan gas, sering kali didera isu lingkungan dan ketimpangan sosial. Korupsi di PUPR hanya memperburuk situasi, di mana dana yang seharusnya untuk membangun sekolah dan rumah sakit malah lenyap. Aktivis lingkungan seperti Maria, dari LSM Hijau Riau, menambahkan, "Proyek irigasi yang korup ini juga berdampak pada deforestasi. Sawit berkembang, tapi air bersih untuk rakyat semakin langka."
Saat ini, Abdul Wahid telah dibawa ke gedung KPK di Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut. Ia diduga melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara. Kontraktor S juga ditahan, dan penyidik sedang memburu nama-nama lain yang terlibat dalam jaringan ini. Apakah ini akhir dari era korupsi di Riau? Atau justru awal dari pengungkapan yang lebih besar?
Skandal OTT KPK ini menjadi pengingat bagi semua pemimpin: integritas bukan sekadar slogan kampanye. Bagi warga Riau, harapan kini tertumpu pada proses hukum yang transparan dan pembangunan yang benar-benar untuk rakyat. Pantau terus perkembangan berita ini, karena Sumatra sedang bergetar – dan getaran itu mungkin akan menyebar ke seluruh negeri.
