Skandal ini bukan sekadar isu administratif biasa. Ini adalah bom waktu yang bisa meledakkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan daerah. Mari kita kupas tuntas apa yang sebenarnya terjadi, mulai dari akar masalah hingga dampaknya bagi warga Bengkalis.
Latar Belakang Masalah Retribusi RoRo di Bengkalis
Kabupaten Bengkalis, yang dikenal sebagai pintu gerbang maritim di Provinsi Riau, sangat bergantung pada layanan kapal RoRo untuk menghubungkan pulau-pulau dan mendukung perekonomian lokal. Retribusi RoRo, yang seharusnya menjadi sumber pendapatan daerah untuk membiayai infrastruktur transportasi, justru menjadi ladang subur bagi dugaan korupsi.
Menurut laporan awal yang beredar di kalangan pegiat antikorupsi, pengelolaan retribusi ini telah berlangsung selama bertahun-tahun dengan sistem yang rentan manipulasi. Tarif retribusi yang seharusnya transparan dan akuntabel, ternyata sering kali "dimainkan" oleh oknum-oknum di dinas terkait. Bayangkan saja: setiap kapal RoRo yang berlabuh membawa muatan barang dagangan, kendaraan, hingga penumpang, tapi dana retribusi yang masuk ke kas daerah sering kali tidak sesuai dengan volume lalu lintas yang sebenarnya.
Warga Bengkalis, terutama para pelaku usaha kecil seperti pedagang ikan dan sopir truk, sering mengeluhkan tarif yang naik-turun seenaknya. "Kami bayar retribusi tapi fasilitas dermaga masih rusak, jalan menuju pelabuhan berlubang. Uangnya kemana?" ujar seorang sopir truk yang enggan disebut namanya, saat ditemui di Pelabuhan Selat Baru pekan lalu.
Temuan BPK yang Menggemparkan: Dugaan Penyimpangan Miliaran Rupiah
Badan Pemeriksa Keuangan baru saja menyelesaikan audit mendalam terhadap keuangan daerah Bengkalis, dan hasilnya sungguh mencengangkan. Dalam laporan resminya yang dirilis pada 17 Oktober 2025, BPK menemukan indikasi penyimpangan dalam pengelolaan retribusi RoRo senilai miliaran rupiah. Beberapa poin krusial yang diungkap meliputi:
- Ketidaksesuaian Data Pencatatan: Ada selisih signifikan antara jumlah kapal yang tercatat resmi dengan data aktual dari pelabuhan. Ini berarti ada potensi "hilangnya" pemasukan retribusi yang seharusnya mencapai Rp 5 miliar per tahun.
- Sistem Pengawasan yang Lemah: Tidak ada mekanisme audit internal yang ketat, sehingga memungkinkan oknum memanipulasi laporan keuangan. BPK menyoroti kurangnya penggunaan teknologi digital untuk tracking retribusi, yang seharusnya sudah diterapkan sejak era digitalisasi pemerintahan.
- Alokasi Dana yang Tidak Transparan: Dana retribusi yang terkumpul diduga dialihkan untuk keperluan di luar anggaran resmi, termasuk proyek-proyek "siluman" yang tidak pernah terealisasi.
Temuan ini bukan hanya soal angka-angka di kertas. Ini mengancam integritas pemerintahan Bengkalis secara keseluruhan. Jika tidak ditangani, bisa berujung pada tuntutan hukum di pengadilan Tipikor. "Kami mendesak Kejaksaan Tinggi Riau untuk segera turun tangan. Ini bukan lagi masalah administratif, tapi pidana korupsi yang merugikan rakyat," kata seorang aktivis lokal yang aktif memantau kasus ini.
Pejabat yang terlibat, termasuk Kadishub Bengkalis, kini berada di ujung tanduk. Dugaan keterlibatan mereka dalam skema ini semakin kuat, meski pihak dinas belum memberikan tanggapan resmi hingga berita ini ditulis.
Ultimatum PMII: Copot Kadishub atau Hadapi Aksi Massa
Di tengah hiruk-pikuk temuan BPK, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) tidak tinggal diam. Organisasi mahasiswa ini, yang dikenal vokal dalam isu antikorupsi, langsung menggelar konferensi pers pada pagi hari ini, 18 Oktober 2025, di depan Kantor Bupati Bengkalis.
Ketua PMII Cabang Bengkalis, Ahmad Fauzi, menyatakan ultimatum tegas: "Kami beri waktu 48 jam bagi Bupati Bengkalis untuk mencopot Kadishub. Jika tidak, kami akan mobilisasi ribuan mahasiswa dan masyarakat untuk demonstrasi besar-besaran. Skandal ini sudah keterlaluan, rakyat Bengkalis tidak boleh terus-terusan dirugikan!"
Ultimatum ini disambut sorak-sorai dari puluhan mahasiswa yang hadir. Mereka membawa spanduk bertuliskan "Hentikan Korupsi di Bengkalis!" dan "Retribusi RoRo untuk Rakyat, Bukan untuk Kantong Pejabat". PMII juga menuntut pembentukan tim investigasi independen yang melibatkan elemen masyarakat sipil untuk mengawasi reformasi di Dinas Perhubungan.
Reaksi dari masyarakat pun beragam. Sebagian mendukung aksi PMII sebagai bentuk pengawasan rakyat, sementara yang lain khawatir demonstrasi bisa mengganggu aktivitas ekonomi di pelabuhan. Namun, satu hal yang pasti: tekanan ini memaksa pemerintah daerah untuk bertindak cepat.
Dampak Skandal Ini Bagi Ekonomi dan Masyarakat Bengkalis
Skandal retribusi RoRo bukan hanya urusan elite politik. Ini berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari warga. Pelabuhan RoRo adalah urat nadi ekonomi Bengkalis, yang menghubungkan dengan Pulau Sumatera dan wilayah lain. Jika pengelolaan retribusi kacau, maka biaya transportasi akan melonjak, memukul harga barang kebutuhan pokok.
Para nelayan dan petani di pulau-pulau kecil, misalnya, harus membayar lebih mahal untuk mengangkut hasil panen mereka. "Kalau retribusi naik lagi, kami bisa bangkrut. Sudah lah harga BBM tinggi, ini ditambah korupsi," keluh seorang nelayan di Pulau Rupat.
Di sisi lain, skandal ini bisa menjadi momentum reformasi. Jika ditangani dengan benar, Bengkalis bisa menerapkan sistem retribusi digital berbasis blockchain untuk transparansi maksimal. Ini bukan mimpi, tapi sudah diterapkan di beberapa daerah lain di Indonesia.
Apa Selanjutnya? Harapan dan Tantangan ke Depan
Pemerintah Kabupaten Bengkalis kini berada di persimpangan jalan. Bupati diharapkan segera merespons ultimatum PMII dan temuan BPK dengan langkah konkret: mulai dari pencopotan pejabat bermasalah hingga kerjasama dengan lembaga antikorupsi seperti KPK.
Masyarakat Bengkalis, yang selama ini sabar menunggu perubahan, kini semakin sadar akan pentingnya pengawasan publik. "Ini saatnya kita bersatu melawan korupsi. Jangan biarkan Bengkalis jadi korban lagi," pungkas Ahmad Fauzi dalam konferensi persnya.
Pantau terus perkembangan skandal ini di website berita kami. Apakah pejabat akan diseret ke meja hijau? Atau ultimatum PMII akan memicu perubahan besar? Waktu akan menjawab. Yang jelas, Bengkalis butuh pemerintahan yang bersih dan akuntabel demi masa depan yang lebih baik.
