Latar Belakang Krisis yang Mengganggu Kehidupan Sehari-Hari
Krisis penyeberangan feri Roro di Bengkalis bukanlah masalah baru. Rute Air Putih-Sungai Selari, yang menghubungkan dua wilayah penting di Kabupaten Bengkalis, Riau, telah menjadi titik rawan selama berbulan-bulan. Feri yang seharusnya menjadi urat nadi transportasi bagi penduduk, pedagang, dan pelajar justru sering kali mengalami gangguan. Mulai dari antrean panjang yang bisa mencapai berjam-jam, hingga kerusakan mesin yang membuat jadwal berantakan, semuanya berdampak langsung pada ekonomi lokal.
Bayangkan saja, seorang nelayan dari Sungai Selari yang harus mengirim hasil tangkapannya ke pasar di Air Putih. Alih-alih tiba tepat waktu, ia terjebak di dermaga karena feri mogok atau overload. Begitu pula dengan para siswa dan mahasiswa yang menyeberang setiap hari untuk sekolah atau kuliah. "Kami sering terlambat, bahkan kadang harus menginap di dermaga karena feri tak kunjung datang," ujar salah seorang mahasiswa PMII yang ikut dalam aksi, yang enggan disebutkan namanya.
Menurut data yang beredar di kalangan masyarakat, frekuensi penyeberangan yang seharusnya 10-15 kali sehari kini hanya tersisa separuhnya. Penyebabnya beragam: mulai dari usia feri yang sudah tua, minimnya perawatan, hingga cuaca buruk yang semakin sering akibat perubahan iklim. Krisis ini tidak hanya menyulitkan mobilitas, tapi juga memicu kenaikan harga barang kebutuhan pokok karena biaya transportasi melonjak. Pedagang sayur di pasar Bengkalis mengeluh omzet turun drastis, sementara warga desa terpencil merasa semakin terisolasi dari pusat kota.
Aksi Mahasiswa: Dari Kampus ke Jalanan, Suara Muda yang Tak Bisa Diabaikan
Pagi itu, sekitar pukul 08.00 WIB, gelombang mahasiswa mulai berdatangan. Mereka datang dari berbagai kampus di Bengkalis, termasuk Universitas Islam Riau dan politeknik setempat. Berpakaian seragam organisasi PMII dengan atribut hijau khas, para demonstran membawa spanduk besar berisi tuntutan: "Bupati, Bangun Penyeberangan yang Layak!", "Stop Krisis Feri, Selamatkan Ekonomi Rakyat!", dan "Mahasiswa Bersatu, Rakyat Tak Akan Kalah!".
Aksi dimulai dengan orasi bergantian dari koordinator lapangan. Salah satunya, Ahmad Fauzi, Ketua PMII Cabang Bengkalis, menyampaikan pidato berapi-api. "Kami bukan datang untuk membuat keributan, tapi untuk mengingatkan pemerintah bahwa janji-janji kampanye harus ditepati. Krisis feri ini sudah seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja, merugikan ribuan jiwa," katanya di hadapan massa yang bertepuk tangan.
Tak hanya orasi, mahasiswa juga menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan membagikan selebaran kepada warga yang lewat. Beberapa di antaranya membawa poster kartun yang menggambarkan feri karam di tengah lautan, simbol dari ketidakpedulian pemerintah. Polisi setempat turun tangan untuk mengamankan aksi, tapi untungnya tidak ada bentrokan. Massa tetap tertib, meski sempat memblokir jalan utama menuju kantor bupati selama dua jam.
Tuntutan utama mereka sederhana tapi mendesak: perbaikan segera armada feri, penambahan jadwal penyeberangan, dan pembangunan dermaga baru yang lebih modern. Mereka juga menyerukan audit transparan terhadap anggaran transportasi daerah, karena dugaan korupsi sering kali menjadi biang keladi masalah seperti ini. "Kami siap berdialog, tapi jika tuntutan ini diabaikan, aksi akan berlanjut lebih besar," tegas Ahmad.
Respons Pemerintah Daerah: Janji atau Sekadar Angin Lalu?
Tak lama setelah aksi dimulai, perwakilan bupati akhirnya keluar untuk menemui demonstran. Wakil Bupati Bengkalis, H. Bagus Santoso, menyambut delegasi mahasiswa di ruang rapat. Dalam pertemuan singkat itu, ia mengakui adanya masalah dan berjanji akan segera menggelar rapat darurat dengan Dinas Perhubungan. "Pemerintah daerah tidak tinggal diam. Kami sudah alokasikan anggaran untuk perbaikan feri, dan dalam waktu dekat akan ada penambahan armada baru," ujarnya.
Namun, janji ini bukan yang pertama kalinya. Tahun lalu, serupa tuntutan pernah disuarakan oleh nelayan setempat, tapi hingga kini belum ada perubahan signifikan. Mahasiswa PMII skeptis. "Kami akan pantau terus. Jika dalam dua minggu tidak ada tindak lanjut, kami akan kembali dengan massa lebih besar," ancam koordinator aksi.
Sementara itu, Bupati Bengkalis, Kasmarni, yang sedang berada di luar daerah untuk urusan dinas, memberikan pernyataan melalui telepon. Ia menyatakan dukungan terhadap aspirasi mahasiswa dan meminta masyarakat tetap sabar. "Kami sedang berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan pusat untuk solusi jangka panjang, termasuk kemungkinan pembangunan jembatan penghubung," katanya.
Dampak Luas: Dari Ekonomi hingga Sosial Masyarakat Bengkalis
Krisis feri Roro ini bukan hanya urusan transportasi, tapi juga memengaruhi berbagai aspek kehidupan. Ekonomi lokal, yang bergantung pada perdagangan antarwilayah, mengalami kemerosotan. Para petani sawit dan karet di Sungai Selari kesulitan mengirim hasil panen, sementara industri perikanan terancam bangkrut karena ikan busuk sebelum sampai pasar.
Secara sosial, krisis ini memperlemah akses pendidikan dan kesehatan. Banyak anak sekolah yang bolos karena tak bisa menyeberang, sementara pasien darurat sering terlambat ke rumah sakit. "Ini masalah hak dasar manusia. Mobilitas adalah kunci pembangunan," kata seorang aktivis lingkungan di Bengkalis, yang turut mendukung aksi mahasiswa.
Di tengah maraknya isu lingkungan, beberapa pihak menyoroti bahwa kerusakan feri juga dipicu oleh pencemaran sungai akibat limbah industri. Hal ini menambah urgensi tuntutan mahasiswa, yang tak hanya soal infrastruktur tapi juga keberlanjutan.
Harapan ke Depan: Aksi Ini Bisa Jadi Titik Balik
Aksi unjuk rasa PMII Bengkalis hari ini bisa menjadi katalisator perubahan. Dengan keterlibatan pemuda yang energik dan terorganisir, diharapkan pemerintah daerah lebih serius menangani masalah. Masyarakat Bengkalis, yang mayoritas bergantung pada sektor maritim, berharap solusi konkret segera terealisasi.
Bagi para mahasiswa, ini bukan akhir perjuangan. Mereka berencana menggelar diskusi publik minggu depan untuk mengumpulkan masukan dari berbagai kalangan. "Kami ingin Bengkalis maju, tapi tanpa meninggalkan rakyat kecil," pungkas Ahmad Fauzi.
Peristiwa ini mengingatkan kita semua bahwa suara rakyat, terutama dari kalangan muda, tetap menjadi kekuatan utama dalam demokrasi. Semoga krisis feri Roro ini segera berakhir, dan Bengkalis kembali menjadi daerah yang nyaman untuk ditinggali. Pantau terus perkembangannya melalui berita terkini kami.
